Jujur saja, apa sich itu jujur..???
Coba tengok KBBI, disebutkan didalamnya bahwa jujur itu lurus hati; tidak berbohong (misal: dengan berkata apa adanya).
Sementara itu, Jujur dalam bahasa Al Qur'an dan Hadits biasa kita dengarkan dengan istilah Ash-Shidq (الصدق) kalau di Google Terjemahan jujur itu bahasa Arabnya : Shoodiq (صادق), tapi ternyata ketika membuka terjemah Al Qur'an dan memperhatikan dengan seksama kata-kata Ash-Shidq (الصدق) atau shoodiq (صادق), ternyata didapati terjemahannya kebanyakan bahkan mungkin semuanya bermakna "benar", tentu hal ini tidaklah menunjukkan kontradiksi karena jujur itu adalah benar, sesuai dengan kenyataan, lawan katanya adalah bohong atau dusta.
Jujur saja, pernahkah kita membohongi diri sendiri..???
Kalau bohong kepada orang lain sich, mudah mengetahuinya. Tengok saja hatimu! atau biarkan waktu yang akan membongkar kebohonganmu, tapi kalau membohongi diri sendiri itu gimana yach..???
Konon katanya ada seorang penegak hukum, hakim atau jaksa saya kurang tahu. Saking jujurnya dia tidak ingin membohongi dirinya sendiri sekalipun, dia senantiasa mengajarkan putra-putrinya untuk senantiasa jujur dan mengajak siapapun membiasakan diri untuk jujur. Bagaimana bentuk jujur yang dia maksud..??? ternyata baginya, apapun yang sudah diniatkan dan mampu untuk dilaksanakan harus segera dilakukan, jika tidak, itu sama saja dengan membohongi diri sendiri. Misalnya, ketika seseorang berniat untuk pagi-pagi berangkat ke kantor, maka setelah selesai sarapan hendaknya dia langsung menuju ke kantor sesuai dengan niatnya. Apabila di tengah perjalanan, belum sampai di kantor, ternyata ada sesuatu yang ketinggalan, harus tetap melanjutkan perjalanan ke kantor sesuai dengan niatnya dari awal, nanti setelah tiba di kantor, dan dirasa perlu serta ada waktu dan kesempatan untuk mengambil sesuatu yang ketinggalan di rumah tadi, barulah kembali ke rumah untuk mengambil sesuatu yang ketinggalan tersebut.
Kesimpulannya, jujur itu adalah kesesuaian antara hati perkataan dan perbuatan, antara hati, perkataan dan perbuatan saling membenarkan tidak bertentangan apalagi saling mendustakan. Intinya jujur itu adalah benarnya perkataan serta konsisten.
Siapa diantara kita yang biasa mencatat..??? catatan itu selevel dengan perkataan, sebagaimana tulisan orang bisu dihukumi sama seperti perkataan orang normal. Perhatikan catatan-catatan dan tulisan-tulisan kita..!!! apakah sudah sesuai dengan perbuatan atau tidak..??? jangan sampai kita termasuk orang-orang yang tidak jujur terhadap diri sendiri.
Biasanya orang yang mau pergi belanja, terlebih dahulu mencatat di sehelai kertas apa saja yang akan dibelinya, apa yang tertuang di sehelai kertas tersebut merupakan hasil olah hati dan pikirannya. Sekarang mari kita merenung sejenak..!!, mampukah kita konsisten dengan apa yang kita tulis..??? minimal menjadikan apa saja yang terdapat dalam daftar belanja tersebut sebagai skala prioritas yang didahulukan sebelum membeli barang lain meskipun menarik hati kita, mampukah..???
Ketika catatan belanja tersebut diamanahkan ke orang lain, namun ternyata setiba di rumah, kita dapati apa yang dibelinya tidaklah sesuai dengan catatan yang diberikan, bahkan ada yang di dalam catatan tidak terbeli. Kira-kira bagaimana perasaan anda..??? jengkel..??? marah..??? tapi pernahkah anda marah dan jengkel terhadap diri sendiri ketika anda sendiri yang belanja dan tidak sesuai dengan daftar belanja yang anda tulis sendiri..??? atau pernahkah kita menyesal, karena belanja tidak sesuai dengan daftar belanja yang ditulis sendiri..???
Kalau perasaan bersalah, menyesal, jengkel dan marah pada diri sendiri tidak pernah ada, lantas kenapa kita mampu marah, jengkel dan menyesal sudah menyuruh orang lain belanja namun tidak jujur, kurang amanah karena belanja tidak sesuai dengan catatan yang ada.
Seperti itulah kira-kira, sifat kebanyakan kita, marah dan jengkel ketika dibohongi tapi ketika membohongi diri sendiri seakan-akan tidak ada yang salah, semuanya biasa-biasa saja. Padahal telah membohongi diri sendiri dalam keadaan tidak sadar karena berbeda antara hati, perkataan dan perbuatan, tidak konsisten.
Bagi yang sering menyalahi niat, tujuannya yang utama beralih ke sesuatu yang tidak diniatkan sebelumnya, ingatlah pepatah bijak yang penuh hikmah bahwa : "Apabila Anda memiliki tujuan tertentu, janganlah menoleh ke segala godaan lainnya"
Sesuaikan antara hati, perkataan dan perbuatan itulah kejujuran haqiqi. Jujur dituntut dalam segala hal, terlebih Berlaku Jujur dalam Keimanan.
Dalam kitab shahih Bukhari dan Muslim disebutkan sebuah hadits yang tsabit dari ibnu Mas’ud Radhiallahu’anhu dari Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bahwa beliau Shallallahu’alaihi wasallam bersabda,
Siapapun kita, pasti ingin berteman Bersama Orang-Orang yang Jujur,
Abdullah bin Mas’ud radhiallahu 'anhu berkata:
“Kedustaan itu tidak pantas digunakan untuk suatu keseriusan, dan tidak pula dalam senda gurauan.
Jika engkau mau, bacalah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
Kemudian beliau katakan:
“Apakah dalam ayat ini engkau dapati adanya satu keringanan bagi seorang pun (untuk berdusta, pent.)?”
Jujur adalah akhlak terpuji yang selalu dicari, mari mulai dari diri sendiri lalu mencari mereka-mereka yang punya sifat jujur ini, agar bahagia di dunia dan di akhirat nanti.
Coba tengok KBBI, disebutkan didalamnya bahwa jujur itu lurus hati; tidak berbohong (misal: dengan berkata apa adanya).
Sementara itu, Jujur dalam bahasa Al Qur'an dan Hadits biasa kita dengarkan dengan istilah Ash-Shidq (الصدق) kalau di Google Terjemahan jujur itu bahasa Arabnya : Shoodiq (صادق), tapi ternyata ketika membuka terjemah Al Qur'an dan memperhatikan dengan seksama kata-kata Ash-Shidq (الصدق) atau shoodiq (صادق), ternyata didapati terjemahannya kebanyakan bahkan mungkin semuanya bermakna "benar", tentu hal ini tidaklah menunjukkan kontradiksi karena jujur itu adalah benar, sesuai dengan kenyataan, lawan katanya adalah bohong atau dusta.
Jujur saja, pernahkah kita membohongi diri sendiri..???
Kalau bohong kepada orang lain sich, mudah mengetahuinya. Tengok saja hatimu! atau biarkan waktu yang akan membongkar kebohonganmu, tapi kalau membohongi diri sendiri itu gimana yach..???
Konon katanya ada seorang penegak hukum, hakim atau jaksa saya kurang tahu. Saking jujurnya dia tidak ingin membohongi dirinya sendiri sekalipun, dia senantiasa mengajarkan putra-putrinya untuk senantiasa jujur dan mengajak siapapun membiasakan diri untuk jujur. Bagaimana bentuk jujur yang dia maksud..??? ternyata baginya, apapun yang sudah diniatkan dan mampu untuk dilaksanakan harus segera dilakukan, jika tidak, itu sama saja dengan membohongi diri sendiri. Misalnya, ketika seseorang berniat untuk pagi-pagi berangkat ke kantor, maka setelah selesai sarapan hendaknya dia langsung menuju ke kantor sesuai dengan niatnya. Apabila di tengah perjalanan, belum sampai di kantor, ternyata ada sesuatu yang ketinggalan, harus tetap melanjutkan perjalanan ke kantor sesuai dengan niatnya dari awal, nanti setelah tiba di kantor, dan dirasa perlu serta ada waktu dan kesempatan untuk mengambil sesuatu yang ketinggalan di rumah tadi, barulah kembali ke rumah untuk mengambil sesuatu yang ketinggalan tersebut.
Kesimpulannya, jujur itu adalah kesesuaian antara hati perkataan dan perbuatan, antara hati, perkataan dan perbuatan saling membenarkan tidak bertentangan apalagi saling mendustakan. Intinya jujur itu adalah benarnya perkataan serta konsisten.
Siapa diantara kita yang biasa mencatat..??? catatan itu selevel dengan perkataan, sebagaimana tulisan orang bisu dihukumi sama seperti perkataan orang normal. Perhatikan catatan-catatan dan tulisan-tulisan kita..!!! apakah sudah sesuai dengan perbuatan atau tidak..??? jangan sampai kita termasuk orang-orang yang tidak jujur terhadap diri sendiri.
Biasanya orang yang mau pergi belanja, terlebih dahulu mencatat di sehelai kertas apa saja yang akan dibelinya, apa yang tertuang di sehelai kertas tersebut merupakan hasil olah hati dan pikirannya. Sekarang mari kita merenung sejenak..!!, mampukah kita konsisten dengan apa yang kita tulis..??? minimal menjadikan apa saja yang terdapat dalam daftar belanja tersebut sebagai skala prioritas yang didahulukan sebelum membeli barang lain meskipun menarik hati kita, mampukah..???
Ketika catatan belanja tersebut diamanahkan ke orang lain, namun ternyata setiba di rumah, kita dapati apa yang dibelinya tidaklah sesuai dengan catatan yang diberikan, bahkan ada yang di dalam catatan tidak terbeli. Kira-kira bagaimana perasaan anda..??? jengkel..??? marah..??? tapi pernahkah anda marah dan jengkel terhadap diri sendiri ketika anda sendiri yang belanja dan tidak sesuai dengan daftar belanja yang anda tulis sendiri..??? atau pernahkah kita menyesal, karena belanja tidak sesuai dengan daftar belanja yang ditulis sendiri..???
Kalau perasaan bersalah, menyesal, jengkel dan marah pada diri sendiri tidak pernah ada, lantas kenapa kita mampu marah, jengkel dan menyesal sudah menyuruh orang lain belanja namun tidak jujur, kurang amanah karena belanja tidak sesuai dengan catatan yang ada.
Seperti itulah kira-kira, sifat kebanyakan kita, marah dan jengkel ketika dibohongi tapi ketika membohongi diri sendiri seakan-akan tidak ada yang salah, semuanya biasa-biasa saja. Padahal telah membohongi diri sendiri dalam keadaan tidak sadar karena berbeda antara hati, perkataan dan perbuatan, tidak konsisten.
Bagi yang sering menyalahi niat, tujuannya yang utama beralih ke sesuatu yang tidak diniatkan sebelumnya, ingatlah pepatah bijak yang penuh hikmah bahwa : "Apabila Anda memiliki tujuan tertentu, janganlah menoleh ke segala godaan lainnya"
Sesuaikan antara hati, perkataan dan perbuatan itulah kejujuran haqiqi. Jujur dituntut dalam segala hal, terlebih Berlaku Jujur dalam Keimanan.
Dalam kitab shahih Bukhari dan Muslim disebutkan sebuah hadits yang tsabit dari ibnu Mas’ud Radhiallahu’anhu dari Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bahwa beliau Shallallahu’alaihi wasallam bersabda,
إِنَّ الصِّدْقَ بِرٌّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا وَإِنَّ الْكَذِبَ فُجُورٌ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِى إِلَى النَّارِ وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ كَذَّابًا
"Sesungguhnya kebenaran itu membawa kepada kebaikan dan kebaikan itu membawa ke surga. Seseorang akan selalu bertindak jujur sehingga ia di tulis di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Dan sesungguhnya dusta itu membawa kepada kejahatan dan kejahatan itu membawa ke neraka. Seseorang akan selalu berdusta sehingga ia ditulis di sisi Allah sebagai pendusta." (HR. Bukhari dan Muslim)Siapapun kita, pasti ingin berteman Bersama Orang-Orang yang Jujur,
Abdullah bin Mas’ud radhiallahu 'anhu berkata:
“Kedustaan itu tidak pantas digunakan untuk suatu keseriusan, dan tidak pula dalam senda gurauan.
Jika engkau mau, bacalah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَكُوْنُوا مَعَ الصَّادِقِيْنَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar (jujur).” (At-Taubah: 119)Kemudian beliau katakan:
“Apakah dalam ayat ini engkau dapati adanya satu keringanan bagi seorang pun (untuk berdusta, pent.)?”
Jujur adalah akhlak terpuji yang selalu dicari, mari mulai dari diri sendiri lalu mencari mereka-mereka yang punya sifat jujur ini, agar bahagia di dunia dan di akhirat nanti.
1 komentar:
Kalo menurut saya bohong atau jujur itu tergantung konteks sama tujuannya. "dimana, kapan, apa tujuan atau untuk apa harus melakukan hal tersebut?"
Pada dasarnya kegiatan berbohong itu dilakukan suatu individu atau lebih sebagai sifat alamiah manusia untuk menunjukan sikap defensif/pertahanan/perlindungan diri atau kelompok.
itulah sebabnya nenek moyang kita sampe ada yang bilang "berbohong untuk kebaikan itu dibolehin" walopun pada dasarnya segala tindakan bohong itu bertujuan "baik", setidaknya untuk diri sendiri.
di lain sisi yang mesti kita ketahui juga bahwasannya secara psikologis otak manusia itu sendiri cenderung tidak bisa membedakan antara realita/kenyataan dan fantasi/hayalan. Bahkan terkadang manusia lebih cenderung hanya menyakini informasi yang dianggapnya cukup rasional untuk diterima oleh akal mereka saja, walaupun pada kenyataannya itu semua paradox (bertolak-belakang), terutama dalam mengimani suatu keyakinan maupun agama. selain itu manusia cenderung terpengaruh oleh informasi yang didapatnya dari lingkungan sekitar.
"Maka berbicaralah kamu berdua (Musa & Harun Alaihimassalam) kepadanya (Fir'aun) dengan kata-kata yang LEMAH LEMBUT, mudah-mudahan ia ingat atau takut" [TQS. Thoha (20):44]